Saatnyasantai.com berisi artikel artikel ringan dan luas yang akan membawa setiap pembacanya merasakan sensasi "santai" yang begitu dalam, membuat rileks dan melupakan sejenak penatnya kehidupan yang melelahkan (emang begitulah kehidupan di dunia), Nikmati artikel, gambar, dan video yang ada di blog ini sambil mencicipi atau menghirup makanan serta minuman yang anda buat. setelah kembali bersemangat silahkan kembali ke rutinitas anda,selamat menikmati. ;-)
Sukses itu hak setiap orang...barang siapa yang mau sukses berprilakulah seperti orang sukses Lagi santai?? INGAT"saatnyasantai.blogspot.com"

Indonesia mengeluarkan atraksi pencak silat pada karnaval di Pretoria, 10 Juni 2010, untuk memeriahkan Piala Dunia 2010. Namun, ada penonton yang tak tahu Indonesia. Mereka malah ada yang mengira kungfu dari China.
Senin,28 Juni 2010 | 13:16 WIB
Sedihnya Selalu Disapa Malaysia

Laporan Wartawan KOMPAS.com, Hery Prasetyo dari Afrika Selatan
JOHANNESBURG, KOMPAS.com — "Hi, Malaysia! Come on, buy something and spend your money!'

Sapaan itu hampir selalu muncul setiap beberapa wartawan Indonesia peliput Piala Dunia 2010 memasuki kawasan perdagangan atau pasar. Artinya, "Hai, Malaysia! Mari, silakan membeli sesuatu dan belanjakan uang Anda!"

Demikian pula jika sedang berada di stadion untuk meliput pertandingan, atau berada di tengah temu pers. Orang Indonesia sering disapa Malaysia. Bahkan, polisi Afrika Selatan (Afsel) pun sering mengira orang Indonesia sebagai Malaysia.

Rasanya menjadi sedih. Yang lebih menyedihkan, ketika dijelaskan bahwa kami dari Indonesia, sering kali mereka tak tahu. "Indonesia? Di mana itu?"

Ketika berjalan di ring luar Stadion Free State, Bloemfontein, Minggu (27/6/2010), sekelompok polisi menyapa. "Hai, Malaysia?"

Kami pun segera menjawab sebagai orang Indonesia. Salah seorang polisi, Mashushu, kembali bertanya, "Indonesia? Dekatkah dengan Kuala Lumpur? Sebelah mananya dengan Bangkok?"

Wajah seperti tertampar. Hati seperti teremas. Apalagi, polisi itu mengira Indonesia negara kecil yang sulit dicari di peta. Maka, dengan kesabaran yang dipaksakan dan kesedihan yang dipendam, kami buka peta di handphone. Lalu kami tunjukkan letak geografis Indonesia.

"Oh, big country. Is it Indonesia?" kata polisi itu dengan kekagetan yang tak dibuat-buat. Maksudnya, "Oh, negara besar. Benarkah ini Indonesia?"
Pertanyaan yang menambah luka. Dunia ternyata masih banyak yang belum kenal Indonesia. Ketika bilang Soekarno pun, generasi sekarang sudah banyak yang lupa atau bahkan tak kenal. Ketika mengatakan Bali, hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya.
Lalu, kami sering membanggakan batik, produk khas Indonesia. Apalagi, batik menjadi pakaian kegemaran tokoh besar mereka, Nelson Mandela, dan Indonesia sudah beberapa kali memberi hadiah batik kepadanya. Ternyata, sebagain orang Afsel tak tahu itu namanya batik. Mereka menyebutnya "Madiba's Shirt" alias pakaian Mandela. Madiba adalah nama populer untuk menyebut Mandela. Di pasar pun, orang menyebut Madiba's Shirt, bukan batik.

Dalam sebuah temu pers di Sandton Convention Center, Johannesburg, seorang wartawan Afsel bersalaman dan mengajak kenalan. "Anda dari Malaysia atau Thailand?" tanyanya.

Sekali lagi, kebangsaan dan harga diri tertampar. Lalu, seperti biasa harus menjelaskan tentang Indonesia. Segala yang bisa dibanggakan diceritakan, meski kadang lawan bicara seolah tak percaya.

Wartawan Afsel itu pun kembali pertanya, siapa tim yang Anda dukung di Piala Dunia. Kami pun menunjuk tim sesuai selera karena kedekatan lewat layar kaca.

"Tim Anda belum pernah bermain di Piala Dunia, ya?" tanyanya lagi.

Urrrrrrrrrgh...! Pertanyaan yang makin menyebalkan. Seolah, dia ingin membandingkan timnya dengan Indonesia. Soal sepak bola, jelas-jelas kami mati kutu. Tak ada yang bisa kami banggakan, kecuali pernah ikut Piala Dunia 1938. Itu pun, Indonesia masih dijajah Belanda dan memakai nama West Indies, bukan "INDONESIA". Mau cerita tentang timnas Indonesia, kami kesulitan menjelaskannya. Mau cerita soal PSSI, sudah malu sebelum bercerita.

Seorang staf Adidas, Thomas, yang asal Belanda, dengan akrab menyapa. Kami pun menjelaskan dari Indonesia. Dia lalu bertanya, tentu banyak orang Belanda di Indonesia karena pernah dijajah negerinya.

Luka lama pun semakin terkorek, meski dia bertanya tanpa pretensi apa pun. Lalu, kami pun balik bertanya apa yang dia tahu tentang Indonesia.

"Oh, saya tahu banyak Indonesia dan ingin ke sana. Salah satu negara terbesar di dunia. Tapi, anehnya di Belanda, banyak yang tak tahu Indonesia itu negara besar. Mereka kira Indonesia negara kecil," kisahnya.
Pada 10 Juni, sehari menjelang Piala Dunia 2010 dibuka, KBRI mengeluarkan atraksi khas Indonesia, pencak silat, dalam karnaval di Pretoria. Ternyata, masih ada yang mengira itu kung fu dari China. Padahal jelas, tim Indonesia membawa spanduk bertuliskan pencak silat dan Indonesia dan membawa bendera Merah Putih.
Rupanya, Indonesia mungkin masih kurang berkiprah di dunia internasional. Segi teknologi kita dianggap terbelakang. Olahraga tak begitu berbicara, apalagi sepak bola. Segi kebudayaan kurang promosinya. Segi pariwisata malah mulai kalah dari negara tetangga. Negeri demokrasi masih belum teruji. Negeri bahari belum terlalu dimengerti.

Herannya, orang justru lebih kenal negara tetangga. Hampir setengah bulan di Afsel, entah sudah berapa kali disapa sebagai Malaysia. Sulit menghitungnya.

Hery Prasetyo



selengkapnya klik disini ..

0 comments:

Posting Komentar

Gimana gan, blog ane keren kan???hehe, lebih keren lagi kalo agan sekalian ikutan komen disini, wah...pasti membawa berkah buat ane,hheee thanks gan, lagi santai???inget,saatnyasantai.blogspot.com

Blog Archive

Copyright 2010 Saatnyasantai
Lunax Free Premium Blogger™ template by Introblogger